Senin, 21 Mei 2012


Dampak Kemajuan Teknologi dalam Film

Teknologi memang menawarkan berbagai macam kemudahan. Namun dari segala kemudahan itu tidak berarti tidak membawa dampak bagi penggunanya. Salah satu dampak yang ditemukan adalah Mabuk akibat Game atau Film 3D.
Mabuk akibat game atau film adalah merupakan sebuah peneltiian yang dirilis Asosiasi Dokter mata di Amerika Serikat telah menemukan gangguan kesehatan akibat televisi dan game 3D. Seperempat pemakainya melaporkan mengalami ketegangan mata, penglihatan kabur, pusing, sakit kepala, atau mual setelah melihat konten 3D. Orang yang mengalami gejala semacam mabuk tersebut sangat rentan terhadap tipuan visual yang digunakan karena tipuan teknologi visual.
Sebagai media, film berfungsi untuk mewujudkan komunikasi yang mencakup berbagau dase dalam kehidupan. Film merupakan landasan pembentukan pengertian yang bertujuan mempengaruhi penerima pesan untuk bertindak sesuai tujuan komunikasi.
Pengaruh Film sebagai Media Pembentuk Watak dan Pribadi
Dalam kaitannya dengan perkembangan psikologis seseorang, maka diketahui bahwa watak adalah potensi kebaikan dan ketidakbaikan seseorang yang dibawanya sejak lahir dengan pengaruh lingkungannya. Dalam pertumbuhan seorang anak, idola merupakan kemungkinan sosok yang akan dicontohnya. Dengan demikian diperlukan perhatian ekstra dari pihak orangtua yang berkaitan.

Film sudah lama menjadi industri di Amerika. Dari berbagai genre film yang ada, horror adalah genre yang mempunyai banyak peminat. Sebut saja Halloween, walaupun film horor cenderung penuh dengan adegan bunuh-membunuh tetapi tidak kalah seru juga dapat mengaduk-aduk emosi penonton saat itu.
Perkembangan teknologi perfilman membuat film horror menjadi hidup, mirip yang terjadi di alam nyata. Adegan-adegan kekerasan bahkan adegan sadis bisa ditampilkan secara sempurna. Terlihat alami, real. Tidak kalah dengan teknologi yang dipakai di film bergenre action. Bedanya, kalau film-film action adalah film-film yang sangat digemari, punya pemain-pemain film yang top sejagad raya menjadi idola banyak orang. Sedangkan film bergenre horror? Tidak segemerlap film action tetapi penggarapannya tetap serius.
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa perkembangan film semakin canggih teknologi semakin sepi penonton pula. Ini disebabkan karena penonton hanya ingin memanjakan mata saja tanpa melihat latarbelakang pembuatan melalui teknologi seperti apa.
Sebagai contoh film horror yang sudah dinikmati oleh penonton di Amerika, tidak menutup kemungkinan berpotensi besar juga di Indonesia tetapi skalanya tidak lah besar.
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/01/30/film-horror-amerika-semakin-sepi-penonton/  :
Semakin bertambah globalnya berbagai nilai budaya kaum kapitalis dalam masyarakat dunia. Merebaknya gaya berpakaian barat di negara-negara berkembang. Menjamurnya produksi film dan musik dalam bentuk kepingan CD/ VCD atau DVD. Ini adalah salah satu dampak dari globalisasi di bidang sosial dan budaya.
Dalam perkembangan terkini,  film yang disukai penonton sudah bisa ditebak.
Avatar mampu meraup uang lebih dari 1 milyar Dollar Amerika Serikat selama tayang. Dan menempati posisi empat kategori film paling laris sedunia. Semua itu berkat teknologi 3D-nya yang memikat.
Kebanyakan film yang mengedepankan teknologi terkini menjadi box office. Ambil contoh jamannya Matrix yang nongol dengan teknologi spesial efek bullet time . Bahkan film yang dibintangi oleh Keanu Reeves ini dianggap pionir teknologi tersebut.
Film Toy Story saat dirilis tahun 1995 mampu memukau penonton di seluruh penjuru dunia lewat kecanggihan animasinya. Gambar di film ini berbeda dengan film animasi kebanyakan yang menggunakan 2D tahun itu.





Begitupun di film. Film laris manis biasanya dibuat oleh sutradara yang udah asam garam bikin film.
Menonton film itu seharusnya menghibur. Dan film animasi mampu mewujudkan keinginan tersebut. Banyak film animasi yang mengalahkan pamor film dengan pemeran asli.
Itu adalah segelintir manisnya dunia perfilman yang dirasakan, sebut saja keuntungannya, namun dibalik itu ternyata ada salah satu film yang menuai kerugian.


Film John Carter mengalami kerugian yang sangat besar dalam peredarannya.










Selain itu inilah film yang berhasil berkibar di Negeri Orang :

 Laskar Pelangi

Film Laskar Pelangi ini sudah ditayangkan di beberapa negara yaitu di Jerman (Berlin Internasional Film Festival dan Frauenwelten Tubingen), di Kanada (Montreal Internasional Film Festival) dan Korea Selatan (Pusan Internasional Film Festival). Film ini dapat apresiasi tinggi dari penonton, baik dari film versi Bahasa Indonesia, Bahasa Asing, maupun versi Musikal.
Film seharusnya menjadi media yang membawa pesan yang dapat ditangkap penontonnya. Untuk menyampaikan pesan itu diperlukan pengolahan yang tepat dari semua aspek2nya.

Contoh lain :
Film Avatar yang disutradarai oleh James Cameron. Yang menarik dalam film Avatar adalah penggunaan teknologi terbaru dalam pembuatan film 3 D. Sebagai seorang sutradara yang handal James Cameron  menginginkan film yang dibuatnya menggunakan teknologi 3 D yang terbaik sehingga membuat film tersebut jauh lebih baik daripada Star Wars.  Dia segera menemui para insinyur Sony untuk meminta mereka membuat sebuah kamera High Definition dengan teknologi 3 D yang mampu untuk mengambil gambar 3 Dimensi tanpa menyebabkan sakit kepala bagi orang yang melihatnya. Dengan demikian, dia membutuhkan kamera dengan teknologi terbaru yang dapat memenuhi keinginannya tersebut. Harapannya tersebut ia sandarkan pada para insinyur-insinyur Sony.


Para penonton film 3 D diharuskan untuk menggunakan kacamata polarisasi agar mereka dapat melihat efek tiga dimensi dari Film yang mereka lihat. Dalam film Avatar kacamata polarisasi merupakan sebuah perkemabangan dalam film 3 D yang sebelumnya hanya menggunakan kacamata berlensa merah dan hijau. Berbeda dengan kacamata untuk menonton film 3 D, kacamata polarisasi terlihat bening sama seperti kacamata biasa.
Film ini menggunakan teknologi capture information, yang cara membuatnya dengan menggunakan komputerisasi dari image aksi manusia yang sesungguhnya. Film ini menggunakan studio yang merupakan perumpamaan dari planet Pandora tempat dimana setting cerita dilakukan. Sutradara James Cameron membuat film ini dalam 3 D (tiga Dimensi) dengan menggunakan kamera film dengan teknologi terbaru, yang bisa menghasilkan gambar stereoscopic 3 D. Gambar stereoscopic merupakan gambar dimana ketika kita melihat pada layar maka seolah-olah kita merasa bahwa gambar tersebut sangat dekat. Metode pengambilan gambar 3 D stereoscopic pertama kali ditemukan oleh Sir Charles Wheatstone pada tahun 1840. Stereoscopy digunakan banyak dalam photogrammetry serta di dalam dunia entertainment melalui produksi stereograms. Dalam membuat filmnya, James Cameron menggunakan 2 kamera ringan dengan berat hanya 50 pound, teknologi kamera tersebut akan dipadukan dengan menggunakan komputer. Tidak seperti teknologi 3 D yang pernah ada, yang menangkap dot yang ada dimuka manusia untuk membuat perubahan emosi yang direkonstruksi dengan cara digital. Pada pembuatan film avatar pengambilan gambar setiap detailnya akan dianalisa seperti pori-pori dan keriput untuk membantu membuat tokoh yang ditampilkan terlihat lebih nyata dan jelas. Tentu saja semua teknologi tersebut menggunakan bantuan teknologi komputer yang sangat canggih. Teknologi kamera yang digunakan merupakan gabungan dari dua jenis kamera sehingga membuat pengambilan gambar yang dilakukan mampu memberikan perspektif pengambilan gambar manusia dari tiga perspektif. Difilmkan dengan menggunakan 197 kamera sekaligus secara bersamaan, dan real-time. Hal ini tentu saja akan membuat gambar yang diambil menjadi lebih jelas dan lebih baik.
Kesimpulan :
Dalam perkembangan yang terjadi di dunia teknologi yang selebihnya dapat digunakan dalam dunia perfilman menimbulkan banyak sekali dampak. Dalam hal ini dari dilihat dari segi penonton dimana penonton menginginkan tontonan, dalam hal ini adalah film, film yang berselera tinggi menggunakan teknologi tercanggih akan menyedot banyak penonton. Adegan yang ditampilkan yang dikreasikan menggunakan perpaduan teknologi yang berapi-api semakin memperlihatkan kenyataan dalam film tersebut. Dari segi Industri Film juga tidak dipungkiri akan menuai keuntungan banyak yaitu dana yang dikeluarkan berlimpah akan kembali lagi dengan terkumpulnya dana yang dihasilkan dari film hasil perpaduan teknologi yang mutakhir. Tidak menutup kemungkinan juga selain meraup untung yang sedemikian rupa, orang-orang dibelakang layar juga akan terbang dengan keuntungan. Ada juga kerugian yang dihasilkan dari perpaduan teknologi tersebut, seperti diceritakan dalam film John Carter walaupun dilengkapi dengan efek khusus yang canggih sekalipun tidak memukau penonton. Jadi bisa disimpulkan perpaduan teknologi tidak semuanya dapat memukau penonton. Dan dapat dipastikan akan menjadi bumerang sendiri bagi industri film (si pembuat film).





Tidak ada komentar:

Posting Komentar